Bapak Pramuka Indonesia
Sri Sultan Hamengkubuwono. IX,
Sang Bangsawan yang Demokratis
Sultan Hamengkubuwono IX |
Sri Sultan Hamengkubuwono
IX. Beliau lahir di Sompilan Ngasem, Yogyakarta, tanggal 12 April 1912.
Beliau adalah seorang Raja Kasultanan
Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga pernah menjabat
Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal
sebagai “Bapak Pramuka Indonesia”, dan pernah menjabat sebagai Ketua
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Biografi
Beliau lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda, disinilah beliau sering mendapat panggilan “Sultan Henkie”.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya. Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di kemudian hari. Salah satu buktinya adalah HB IX dengan wawasan barunya menunjukkan bahwa raja bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa laksana.
Menentang penjajahan dan mendorong kemerdekaan Indonesia.
Wawasan kebangsaan HB IX
juga terlihat dari sikap tegasnya yang mendukung Republik Indonesia dengan
sangat konsekuen. Segera setelah Proklamasi RI ia mengirimkan amanat kepada
Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung
pemerintahan RI. Ketika Jakarta sebagai ibukota RI mengalami situasi gawat, HB
IX tidak keberatan ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Begitu juga ketika
ibukota RI diduduki musuh, ia bukan saja tidak mau menerima bujukan Belanda
untuk berpihak pada mereka, namun juga mengambil inisatif yang sebenarnya dapat
membahayakan dirinya, termasuk mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di
kompleks keraton pada serangan 1 Maret 1949. Setelah bergabung dengan RI, HB IX
terjun dalam dunia politik nasional.
Sejak 1946 beliau pernah
beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno.
Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.Berikut
jabatan yang pernah diembannya :
- Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)
- Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947)
- Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November 1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948)
- Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949)
- Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
- Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950)
- Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951)
- Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
- Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
- Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
- Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
- Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
- Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963)
- Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
- Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
- Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
- Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
- Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968)
- Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)
Bapak Pramuka Indonesia.
Semangat menyatukan
berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno lantas
berkoordinasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada 20 Mei 1961 terbitlah
Keppres No 238 / 1961, yang melebur seluruh organisasi kepanduan
pada satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka diperkenalkan pada
tanggal 14 Agustus 1961, dengan penyerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dari
Presiden Soekarno kepada Sri Sultan HB IX, yang selanjutnya
diperingati sebagai Hari Pramuka.
Gerakan Pramuka memang lahir
dari berbagai organisasi kepanduan yang tersebar di Tanah Air. Dalam masa
peralihan itu peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sangat besar hingga Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan Gerakan
Pramuka di tingkat nasional, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka selama 4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan
1970-1974.
Kiprah Sri Sultan Hamengku
Buwono dalam pembinaan Gerakan Pramuka tidak hanya di dalam negeri. Konsep-konsep
pemikiran beliau tentang kepanduan atau Gerakan Pramuka mendapat sambutan yang
luar biasa. Salah satunya pidato Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Konferensi
Kepramukaan Se dunia tahun 1971, mendapat sambutan yang luas. Ketika itu,
Sultan mengajak organisasi kepanduan terlibat dalam pembangunan masyarakat.
Alhasil, pidato itu menjadi arah baru pembinaan kepanduan di seluruh dunia.
Atas jasa-jasanya yang luar
biasa bagi kepramukaan internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award
pada tahun 1974, penghargaan tertinggi World Organization of the Scout
Movement. Sri Sultan merupakan warganegara Indonensia yang pertama yang
memperoleh penghargaan itu. Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan
dari Boy Scouts of America berupa Silver World Award.
Di dalam negeri, melalui
Surat Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1988 di Dili, Timor
Timur nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka, mengukuhkan almarhum Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sebagai Bapak Pramuka. Gerakan Pramuka juga memberi
penghargaan tertinggi kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX berupa Lencana Tunas
kencana. Penghargaan tersebut juga diterima oleh Presiden ke-2 Republik
Indonesia, almarhum H.M. Soeharto.
0 komentar:
Posting Komentar